Nama : Yusita Fatmawati
NIM : 130511100026
Kelas : Phonetics A
Kajian Representasi Fonologi (Phonological Representation) pada
Perubahan Pengucapan Huruf Vokal dalam
Program Berita Pojok Kampung
A.
Teori
Philip
Car (1993) mengatakan bahwa An
interesting consequence of the way we have been speaking of phonemes, as
opposed to speech sounds, is that, for any given word, we will be able to
represent it in terms of the phonemes of which it is composed. Cara kita
berbica menjadi menarik ketika cara pengucapan kita berbeda dengan apa yang
seharusnya kita ucapkan. Apa yang kita ucapkan tersebut merupakan bentuk
perwakilan dari fonem yang ada. Cara berbicara kebanyakan akan menghasilkan
fonem yang berbeda dengan teks yang dibaca atau telah direncanakan sebelumnya. Hal
itu merupakan keunikan dari cara manusia berbicara yang akan menghasilkan fonem
yang tidak terduga.
Janet
Pierrehumbert (1990) mengatakan bahwa The
starting point for phonological representation is the phonological principle
underlying lexical inventories. Representasi fonologi merupakan dasar bunyi
dari semua kata. Representasi tersebut bisa terjadi beragam dan menghasilkan
banyak fonem bergantung pada lingkungan sekitar.
Marcus
Taft (2006) berasumsi bahwa the phonological representation is equivalent to
the spoken form or, at least, the surface phonemic form. The research presented
here demonstrates that the phonological representation is likely to be more
abstract than this, and is orthographically influenced. Representasi fonologi adalah bentuk fonem
yang tampak ketika diucapkan. Dari penelitian yang pernah ada, representasi
fonologi tidak selalu paten, sering berubah tergantung pada pengaruh huruf
vokal atau konsonan yang ada.
Phonological
representation dapat terjadi pada perubahan fonem vokal maupun konsonan dalam
sebuah kata ketika diucapkan. Sehingga akan membuat perbedaan diantara tulisan
asli suatu kata pada kamus atau penciptaan awal kata tersebut dengan pengucapan
secara langsung dari kata-kata. Akan terjadi penggambaran yang berbeda pada
fonem yang telah disusun. Phonological representation (penggambaran bunyi) bisa
diteruskan dengan phonemic rule (aturan fonemik). Ketika fonem yang ada tidak
sama dengan penggambaran dan ucapan yang telah digambarkan, akan muncul aturan
fonemik atau gambaran perbedaan bunyi. Aturan fonemik akan memberikan informasi
bagaimana sebuah fonem digambarkan atau diucapkan dengan berbeda dari fonem
aslinya.
B.
Fenomena
Pengucapan
fonem vokal oleh orang Jawa kebanyakan tidak sesuai dengan tulisan atau bentuk
tulisan yang sudah ada di kamus bahasa Jawa. Orang Jawa sering secara tidak
sadar melakukan perubahan pada vokal ketika mengucapkan sebuah kata. Hal itu
sangat berbeda bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang pengucapannya
sama dengan EYD atau kata yang ada di dalam KBBI.
Dalam
kajian ini, penulis memilih untuk meneliti phonological representation pada
program berita Pojok Kampung JTV karena menjadi salah satu program berita
favorit masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur dan meraih penghargaan dari
Surabaya Heritage sebagai salah satu pusaka bangsa. Program andalan televisi
Satus Persen Jatim tersebut dinilai melestarikan boso Suroboyoan. Bahasa Jawa
yang digunakan adalah bahasa ngoko yang didalamnya ada beberapa kata tidak
baku. Program berita tersebut bisa menjadi contoh bagaiman orang Jawa
berbicara. Dalam berita itu, ada beberapa huruf vokal diucapkan oleh pembawa
berita yang berbeda dari tulisan asli kata-kata tersebut.
C.
Kajian
Penelitian
dilakukan pada satu berita Pojok Kampung edisi tanggal 25 November 2011 yang
berjudul “ Calon Polwan diBedhe’ Gendeng ” yang dibawakan oleh Ning Festin dan
Ning Nasya . Berita yang disajikan tersebut telah disalin ke dalam bentuk teks,
agar lebih mudah dilakukan pengkajian.
Kabeh wes ngerti kepolisian
republik Indonesia saiki ndidik ambek ngelatih petong ewu calon pulisi
wanita utowo polwan seng katene ditugasno nang unit perlindungan
perempuan ambek anak utowo PPA nag polsek-polsek sak Indonesia. Saiki
kabeh polwan iku melok pendidikan nang pirang-pirang sekolah pendidikan
polri salah sijine nang sekolah polisi negara utowo SPN
mbangsal Mojokerto. Rong calon polwan seng ngelakoni pendidikan nang SPN
te’e polda Jatim iku njeketek muncul perkoro derek, siji calon polwan
ketaroh meteng mbarek siji liyane dibedhe’ gendeng.
Ono sewu sisiwi calon bintara pulisi
wanita utowo polwan seng melok pendidikan nang sekolah pulisi
negara utowo SPN mbangsal Mojokerto. Kabeh asale teko sangang
polda yo iku polda Jawa Timur, polda Kalimantan Barat, polda Kalimantan
Selatan, polda Kalimantan Tengah, polda Kalimantan Timur, polda Sulawesi Utara,
polda Sulawesi Tengah, polda Sulawesi Tenggara, karo polda Bali. Ewonan calon
polwan iki ngelakoni pendidikan suwene petong ulan mulai Mei ambek
katene mari keri Desember taun iki. Teko info seng dientoi Jtv ono
rong siswi ketaruh kenek perkoro pas ngelakoni pendidikan. Kelorone asal
rekruitmen teko polda Bali inisiale AD kepek meteng, ambek KD dibedhe’
gendeng. AD seng meteng enom iku wes ditokno ambek SPN mbangsal
sauntoro KD sampek saiki sek dorong diolehno. Badan pemerika kesehatan kepulisian
utowo BPKP wes merikso kondisi kejiwaane KD. Jare sumber JTV,
dokter nyatakno neg kondisi kejiwaan perawan seng umure 22 tahun iki
mlebu kategori k3 alias gendeng. Hasil kesimpulan dokter iki wes cukup gae ngetokno KD teko
SPN mbangsal, njeketek KD seng mesti ditunggui emake polae kepeh
kelakuane aneh sak jeke rong ulan iko tetep ono SPN sampek saiki. Siswi2
liyane ngesakno ambek kondisine kd seng ketok gak sehat iku. KD gelek nanges
nggokoh ambek gelek nglamun nang nggone turu. Malah KD gelek ngompol nang katok
pas melok pendidikan sampek kudu didusi konco-koncone. KD yo
nangdi-nangdi nyangking ember cilik isine peralatan ados pas siswi
liyane melok pendidikan. Kabare, KD gak diolehno polae emake teros
ngelobi salah sijine wong ndukur SPN mbangsal supoyo anak wedoke iso
dadi pulisi seng katene dilantik keri Desember iki. Jtv wes
metuki dokter Roni Subagyo seng mrikso KD cak ning. Dokter seng
dinese nang rumah sakit Bayangkara polda Jawa Timur iki mbenerno wes mrikso
siji sisiwi SPN mbangsal seng statuse ramut mlaku tapi de’e nolak
njlentrekno hasile prikso polae gak berwenang ambek njaluk Jtv nakokno nang kepolo rumah
sakit Bayangkara termasuk kepolo SPN mbangsal kombes polisi Edi Hermanto yo
emoh komentar perkoro iki. Tim liputan Jtv.
Dari
berita tersebut dapat diperoleh beberapa perkataan atau ucapan dari pembawa
berita yang sudah digarisbawahi berbeda dengan tulisan aslinya. Perkataan yang
berbeda dengan tulisan aslinya tersebut disebut dengan istilah phonological
representation. Berikut ini merupakan daftar phonological representation yang
kemudian dimasukan ke dalam phonemic rule :
1.
/
wis / berubah menjadi [ wes ]
2.
/
pitung / berubah menjadi [ petong ]
3.
/
polisi / berubah menjadi [ pulisi ]
4.
/
utawa / berubah menjadi [ utowo ]
5.
/
sing / berubah menjadi [ seng ]
6.
/
melu / berubah menjadi [ melok ]
7.
/
perkara / berubah menjadi [ perkoro ]
8.
/
ana / berubah menjadi [ ono ]
9.
/
kari / berubah menjadi [ keri ]
10.
/
teka / berubah menjadi [ teko ]
11.
/
durung / berubah menjadi [ dorong ]
12.
/
adus / berubah menjadi [ ados ]
13.
/
terus / berubah menjadi [ teros ]
14.
/
supaya / berubah menjadi [ supoyo ]
15.
/
isa / berubah menjadi [ iso ]
16.
/
priksa / berubah menjadi [ prikso ]
Dari
analisa melalui phonological representation dan phonemic rule tersebut, dapat
ditemukan ada enam perubahan huruf vokal dari kata-kata bahasa Jawa. Ketika
pembawa berita membaca atau mengucapkan kata-kata tersebut berbeda dengan ejaan
asli yang ada di dalam kamus bahasa Jawa. Berikut ini adalah data perubahan
huruf vokal yang terjadi :
Huruf
vokal
|
Perubahan
|
Jumlah
Kata
|
Kata
|
/i/
|
[e]
|
Tiga
|
-
wis
> wes
-
pitung
> petong
-
sing
> seng
|
/u/
|
[o]
|
Empat
|
-
pitung
> petong
-
durung
> dorong
-
adus
> ados
-
terus
> teros
|
/o/
|
[u]
|
Satu
|
-
polisi
> pulisi
|
/a/
|
[ͻ]
|
Tujuh
|
-
utawa
> utowo
-
perkara
> perkoro
-
ana
> ono
-
teka
> teko
-
supaya
> supoyo
-
isa
> iso
-
priksa
> prikso
|
/u/
|
[ͻ]
|
Satu
|
-
melu
> melok
|
/a/
|
[e]
|
Satu
|
-
kari
> keri
|
Representasi fonologi yang banyak
terjadi pada program berita Pojok Kampung tersebut merupakan perubahan bentuk
vokal /a/ diucapkan menjadi [ͻ] yang terjadi 7 kali pada 7 kata yang berbeda.
Perbedaan
antara tulisan dan pengucapan pada huruf vokal tersebut bisa disebabkan karena
faktor penyebaran bahasa Jawa di wilayah yang berbeda dan penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
1. Penyebaran bahasa Jawa di wilayah
yang berbeda
Data analisa yang diambil dari program berita Pojok Kampung
merupakan cerminan atau perwakilan bahasa Jawa suroboyoan kental dengan
penggunaan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa yang merupakan bahasa Jawa yang paling
rendah tingkatannya karena dianggap bahasa kasar dan digunakan untuk berbicara
kepada orang yang seumuran tetapi tidak dapat digunakan untuk berbicara kepada
orang yang lebih tua karena kurang sopan, banyak digunakan oleh masyarakat Jawa
Timur wilayah sebelah timur seperti Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto,
Jombang, Pasuruan, Malang, dan wilayah lain di Jawa Timur yang berada dekat
dengan Surabaya. Sedangkan wilayah kabupaten yang jauh dari Surabaya atau
cenderung dekat dengan Provinsi Jawa Tengah, bahasanya akan lebih halus dan
jarang menggunakan bahasa Jawa ngoko. Mereka menggunakan bahasa Jawa Krama dan
Krama Inggil dalam kegiatan sehari hari. Sehingga, jarang terjadi perbedaan antara
pengucapan dan tulisan bahasa Jawa di daerah seperti Tuban, Bojonegoro, Ngawi,
Magetan, Madiun, Nganjuk, Ponorogo, dan Pacitan. Kemudian untuk daerah yang
berada dibagian selatan seberang pulau Madura yang meliputi Probolinggo,
Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi mendapat pengaruh pencampuran bahasa
Madura, bahkan bahasa Madura mendominasi disana.
2. Penggunaannya
dalam kehidupan sehari-hari
Fonem vokal bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Indonesia. Paramasastra
Gagrag Anyar Basa Jawa Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka tahun 2011
tertulis bahwa wujud vokal/alofon bahasa Jawa ada tujuh, di antaranya vokal
/a/, vokal /ͻ/, vokal /o/, vokal /i/ yang dibedakan menjadi dua [i]
i swara jejeg dan [I] i swara miring, /u/, vokal /e/ yang dibedakan menjadi
tiga [e] e swara jejeg dan [ɛ] e swara miring dan vokal /ə/. Kebanyakan
perubahan pengucapan tersebut terjadi pada vokal /ͻ/ yang penulisannya adalah
a. Bahkan biasanya, karena seringnya vokal /ͻ/ sering dilafalkan membuat
penulisan masyarakat juga menjadi salah. Perhatikan pada kalimat “aku rapopo”
yang sering diucapkan oleh masyarakat. Kalimat itu artinya aku tidak apa-apa
seharusnya ditulis dengan “aku ora apa-apa”. Selain penulisan kalimat tersebut,
kesalahan yang sama juga ditemukan pada tulisan di warung-warung yang didirikan
orang Jawa, mereka menulis di spanduk depan warung misalnya “Warung Jowo, roso
kampong”. Harusnya ditulis Warung Jawa dan rasa kampung. Jika dicari ke dalam
kamus bahasa Jawa tidak akan bisa ditemukan kata roso, kampong, dan jowo yang
ada adalah kata rasa, kampung, dan Jawa. Dengan terjadinya kesalahan tersebut,
untuk orang Jawa yang tidak mengetahui ejaan yang benar bahasa Jawa yang ada di
kamus akan terus melakukan kesalahan dalam menulis kata dalam bahasa Jawa. Bisa
diperhatikan saja pada huruf dasar bahasa Jawa atau aksara Jawa yang terdiri
dari 20 huruf yang ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya,
nya, ma, ga, ba, tha, nga. Semuanya ditulis menggunakan vokal [a]. Huruf Jawa
atau aksara Jawa tersebut bisa berubah menjadi huruf vokal lain seperti [u],
[e], [i] dsb dengan menggunakan sandhangan
atau modifikasi pada huruf Jawa, tetapi itu hanya merubah bunyi saja dan
tidak merubah tulisan aslinya.