Jumat, 02 September 2016

Kajian Representasi Fonologi

Nama   : Yusita Fatmawati
NIM     : 130511100026
Kelas   : Phonetics A

Kajian Representasi Fonologi (Phonological Representation) pada Perubahan Pengucapan Huruf Vokal  dalam Program Berita Pojok Kampung
A.                 Teori
            Philip Car (1993) mengatakan bahwa An interesting consequence of the way we have been speaking of phonemes, as opposed to speech sounds, is that, for any given word, we will be able to represent it in terms of the phonemes of which it is composed. Cara kita berbica menjadi menarik ketika cara pengucapan kita berbeda dengan apa yang seharusnya kita ucapkan. Apa yang kita ucapkan tersebut merupakan bentuk perwakilan dari fonem yang ada. Cara berbicara kebanyakan akan menghasilkan fonem yang berbeda dengan teks yang dibaca atau telah direncanakan sebelumnya. Hal itu merupakan keunikan dari cara manusia berbicara yang akan menghasilkan fonem yang tidak terduga.
            Janet Pierrehumbert (1990) mengatakan bahwa The starting point for phonological representation is the phonological principle underlying lexical inventories. Representasi fonologi merupakan dasar bunyi dari semua kata. Representasi tersebut bisa terjadi beragam dan menghasilkan banyak fonem bergantung pada lingkungan sekitar.
            Marcus Taft (2006) berasumsi bahwa the phonological representation is equivalent to the spoken form or, at least, the surface phonemic form. The research presented here demonstrates that the phonological representation is likely to be more abstract than this, and is orthographically influenced. Representasi fonologi adalah bentuk fonem yang tampak ketika diucapkan. Dari penelitian yang pernah ada, representasi fonologi tidak selalu paten, sering berubah tergantung pada pengaruh huruf vokal atau konsonan yang ada.
            Phonological representation dapat terjadi pada perubahan fonem vokal maupun konsonan dalam sebuah kata ketika diucapkan. Sehingga akan membuat perbedaan diantara tulisan asli suatu kata pada kamus atau penciptaan awal kata tersebut dengan pengucapan secara langsung dari kata-kata. Akan terjadi penggambaran yang berbeda pada fonem yang telah disusun. Phonological representation (penggambaran bunyi) bisa diteruskan dengan phonemic rule (aturan fonemik). Ketika fonem yang ada tidak sama dengan penggambaran dan ucapan yang telah digambarkan, akan muncul aturan fonemik atau gambaran perbedaan bunyi. Aturan fonemik akan memberikan informasi bagaimana sebuah fonem digambarkan atau diucapkan dengan berbeda dari fonem aslinya.
B.                  Fenomena
            Pengucapan fonem vokal oleh orang Jawa kebanyakan tidak sesuai dengan tulisan atau bentuk tulisan yang sudah ada di kamus bahasa Jawa. Orang Jawa sering secara tidak sadar melakukan perubahan pada vokal ketika mengucapkan sebuah kata. Hal itu sangat berbeda bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang pengucapannya sama dengan EYD atau kata yang ada di dalam KBBI.
            Dalam kajian ini, penulis memilih untuk meneliti phonological representation pada program berita Pojok Kampung JTV karena menjadi salah satu program berita favorit masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur dan meraih penghargaan dari Surabaya Heritage sebagai salah satu pusaka bangsa. Program andalan televisi Satus Persen Jatim tersebut dinilai melestarikan boso Suroboyoan. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa ngoko yang didalamnya ada beberapa kata tidak baku. Program berita tersebut bisa menjadi contoh bagaiman orang Jawa berbicara. Dalam berita itu, ada beberapa huruf vokal diucapkan oleh pembawa berita yang berbeda dari tulisan asli kata-kata tersebut.
C.                  Kajian
            Penelitian dilakukan pada satu berita Pojok Kampung edisi tanggal 25 November 2011 yang berjudul “ Calon Polwan diBedhe’ Gendeng ” yang dibawakan oleh Ning Festin dan Ning Nasya . Berita yang disajikan tersebut telah disalin ke dalam bentuk teks, agar lebih mudah dilakukan pengkajian.
Kabeh wes ngerti kepolisian republik Indonesia saiki ndidik ambek ngelatih petong ewu calon pulisi wanita utowo polwan seng katene ditugasno nang unit perlindungan perempuan ambek anak utowo PPA nag polsek-polsek sak Indonesia. Saiki kabeh polwan iku melok pendidikan nang pirang-pirang sekolah pendidikan polri salah sijine  nang  sekolah polisi negara utowo SPN mbangsal Mojokerto. Rong calon polwan seng ngelakoni pendidikan nang SPN te’e polda Jatim iku njeketek muncul perkoro derek, siji calon polwan ketaroh meteng mbarek siji liyane dibedhe’ gendeng.
Ono sewu sisiwi calon bintara pulisi wanita utowo polwan seng melok pendidikan nang sekolah pulisi negara utowo SPN mbangsal Mojokerto. Kabeh asale teko sangang polda yo iku polda Jawa Timur, polda Kalimantan Barat, polda Kalimantan Selatan, polda Kalimantan Tengah, polda Kalimantan Timur, polda Sulawesi Utara, polda Sulawesi Tengah, polda Sulawesi Tenggara, karo polda Bali. Ewonan calon polwan iki ngelakoni pendidikan suwene petong ulan mulai Mei ambek katene mari keri Desember taun iki. Teko info seng dientoi Jtv ono rong siswi ketaruh kenek perkoro pas ngelakoni pendidikan. Kelorone asal rekruitmen teko polda Bali inisiale AD kepek meteng, ambek KD dibedhe’ gendeng. AD seng meteng enom iku wes ditokno ambek SPN mbangsal sauntoro KD sampek saiki sek dorong diolehno. Badan pemerika kesehatan kepulisian utowo BPKP wes merikso kondisi kejiwaane KD. Jare sumber JTV, dokter nyatakno neg kondisi kejiwaan perawan seng umure 22 tahun iki mlebu kategori k3 alias gendeng. Hasil kesimpulan dokter iki  wes cukup gae ngetokno KD teko SPN mbangsal, njeketek KD seng mesti ditunggui emake polae kepeh kelakuane aneh sak jeke rong ulan iko tetep ono SPN sampek saiki. Siswi2 liyane ngesakno ambek kondisine kd seng ketok gak sehat iku. KD gelek nanges nggokoh ambek gelek nglamun nang nggone turu. Malah KD gelek ngompol nang katok pas melok pendidikan sampek kudu didusi konco-koncone. KD yo nangdi-nangdi nyangking ember cilik isine peralatan ados pas siswi liyane melok pendidikan. Kabare, KD gak diolehno polae emake teros ngelobi salah sijine wong ndukur SPN mbangsal supoyo anak wedoke iso dadi pulisi seng katene dilantik keri Desember iki. Jtv wes metuki dokter Roni Subagyo seng mrikso KD cak ning. Dokter seng dinese nang rumah sakit Bayangkara polda Jawa Timur iki mbenerno wes mrikso siji sisiwi SPN mbangsal seng statuse ramut mlaku tapi de’e nolak njlentrekno hasile prikso polae gak berwenang  ambek njaluk Jtv nakokno nang kepolo rumah sakit Bayangkara termasuk kepolo SPN mbangsal kombes polisi Edi Hermanto yo emoh komentar perkoro iki. Tim liputan Jtv.
            Dari berita tersebut dapat diperoleh beberapa perkataan atau ucapan dari pembawa berita yang sudah digarisbawahi berbeda dengan tulisan aslinya. Perkataan yang berbeda dengan tulisan aslinya tersebut disebut dengan istilah phonological representation. Berikut ini merupakan daftar phonological representation yang kemudian dimasukan ke dalam phonemic rule :
1.       / wis / berubah menjadi [ wes ]
            Phonemic rule : / i /       [ e ] / ___ { s }
2.       / pitung / berubah menjadi [ petong ]
            Phonemic rule : 1).       / i /       [ e ] / ___ { t }
                                    2).        / u /        [ o ] / ___ { ŋ }
3.       / polisi / berubah menjadi [ pulisi ]
            Phonemic rule : / o /      [ u ] / ___ { l }
4.       / utawa / berubah menjadi [ utowo ]
            Phonemic rule : 1).       / a /       [ ] / ___ { w }
                                    2).        / a /       [ ͻ ] / ___
5.       / sing / berubah menjadi [ seng ]
            Phonemic rule : / i /       [ e ] / ___ { ŋ }
6.       / melu / berubah menjadi [ melok ]
            Phonemic rule : / u /      [ ͻ ] / ___
7.       / perkara / berubah menjadi [ perkoro ]
            Phonemic rule : 1).       / a /       [ ͻ ] / ___ { r }
                                    2).        / a /       [ ͻ ] / ___
8.       / ana / berubah menjadi [ ono ]
            Phonemic rule : 1).       / a /       [ ͻ ] / ___ { n }
                                    2).        / a /       [ ͻ ] / ___
9.       / kari / berubah menjadi [ keri ]
            Phonemic rule : / a /       [ e ] / ___ { r }
10.   / teka / berubah menjadi [ teko ]
            Phonemic rule : / a /       [ ͻ ] / ___
11.   / durung / berubah menjadi [ dorong ]
            Phonemic rule : 1).       / u /       [ o ] / ___ { r }
                                    2).        / u /       [ o ] / ___ { ŋ }
12.   / adus / berubah menjadi [ ados ]
            Phonemic rule : / u /      [ o ] / ___ { s }
13.   / terus / berubah menjadi [ teros ]
            Phonemic rule : / u /      [ o ] / ___ { s }
14.   / supaya / berubah menjadi [ supoyo ]
            Phonemic rule : 1).       / a /       [ ͻ ] / ___ { y }
                                    2).        / a /       [ ͻ ] / ___
15.   / isa / berubah menjadi [ iso ]
            Phonemic rule : / a /       [ ͻ ] / ___
16.   / priksa / berubah menjadi [ prikso ]
            Phonemic rule : / a /       [ ͻ ] / ___

            Dari analisa melalui phonological representation dan phonemic rule tersebut, dapat ditemukan ada enam perubahan huruf vokal dari kata-kata bahasa Jawa. Ketika pembawa berita membaca atau mengucapkan kata-kata tersebut berbeda dengan ejaan asli yang ada di dalam kamus bahasa Jawa. Berikut ini adalah data perubahan huruf vokal yang terjadi :
Huruf vokal
Perubahan
Jumlah Kata
Kata
/i/
[e]
Tiga
-          wis > wes
-          pitung > petong
-          sing > seng
/u/
[o]
Empat
-          pitung > petong
-          durung > dorong
-          adus > ados
-          terus > teros
/o/
[u]
Satu
-          polisi > pulisi
/a/

                     
[ͻ]

Tujuh
-          utawa > utowo
-          perkara > perkoro
-          ana > ono
-          teka > teko
-          supaya > supoyo
-          isa > iso
-          priksa > prikso
/u/
[ͻ]
Satu
-          melu > melok
/a/
[e]
Satu
-          kari > keri

Representasi fonologi yang banyak terjadi pada program berita Pojok Kampung tersebut merupakan perubahan bentuk vokal /a/ diucapkan menjadi [ͻ] yang terjadi 7 kali pada 7 kata yang berbeda.
            Perbedaan antara tulisan dan pengucapan pada huruf vokal tersebut bisa disebabkan karena faktor penyebaran bahasa Jawa di wilayah yang berbeda dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.       Penyebaran bahasa Jawa di wilayah yang berbeda
      Data analisa yang diambil dari program berita Pojok Kampung merupakan cerminan atau perwakilan bahasa Jawa suroboyoan kental dengan penggunaan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa yang merupakan bahasa Jawa yang paling rendah tingkatannya karena dianggap bahasa kasar dan digunakan untuk berbicara kepada orang yang seumuran tetapi tidak dapat digunakan untuk berbicara kepada orang yang lebih tua karena kurang sopan, banyak digunakan oleh masyarakat Jawa Timur wilayah sebelah timur seperti Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Pasuruan, Malang, dan wilayah lain di Jawa Timur yang berada dekat dengan Surabaya. Sedangkan wilayah kabupaten yang jauh dari Surabaya atau cenderung dekat dengan Provinsi Jawa Tengah, bahasanya akan lebih halus dan jarang menggunakan bahasa Jawa ngoko. Mereka menggunakan bahasa Jawa Krama dan Krama Inggil dalam kegiatan sehari hari. Sehingga, jarang terjadi perbedaan antara pengucapan dan tulisan bahasa Jawa di daerah seperti Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Magetan, Madiun, Nganjuk, Ponorogo, dan Pacitan. Kemudian untuk daerah yang berada dibagian selatan seberang pulau Madura yang meliputi Probolinggo, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi mendapat pengaruh pencampuran bahasa Madura, bahkan bahasa Madura mendominasi disana.
2.       Penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari

      Fonem vokal bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Indonesia. Paramasastra  Gagrag Anyar Basa Jawa Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka tahun 2011 tertulis bahwa wujud vokal/alofon bahasa Jawa ada tujuh, di antaranya vokal /a/,  vokal /ͻ/, vokal /o/,  vokal /i/ yang dibedakan menjadi dua [i] i swara jejeg dan [I] i swara miring, /u/, vokal /e/ yang dibedakan menjadi tiga [e] e swara jejeg dan [ɛ] e swara miring dan vokal /ə/. Kebanyakan perubahan pengucapan tersebut terjadi pada vokal /ͻ/ yang penulisannya adalah a. Bahkan biasanya, karena seringnya vokal /ͻ/ sering dilafalkan membuat penulisan masyarakat juga menjadi salah. Perhatikan pada kalimat “aku rapopo” yang sering diucapkan oleh masyarakat. Kalimat itu artinya aku tidak apa-apa seharusnya ditulis dengan “aku ora apa-apa”. Selain penulisan kalimat tersebut, kesalahan yang sama juga ditemukan pada tulisan di warung-warung yang didirikan orang Jawa, mereka menulis di spanduk depan warung misalnya “Warung Jowo, roso kampong”. Harusnya ditulis Warung Jawa dan rasa kampung. Jika dicari ke dalam kamus bahasa Jawa tidak akan bisa ditemukan kata roso, kampong, dan jowo yang ada adalah kata rasa, kampung, dan Jawa. Dengan terjadinya kesalahan tersebut, untuk orang Jawa yang tidak mengetahui ejaan yang benar bahasa Jawa yang ada di kamus akan terus melakukan kesalahan dalam menulis kata dalam bahasa Jawa. Bisa diperhatikan saja pada huruf dasar bahasa Jawa atau aksara Jawa yang terdiri dari 20 huruf yang ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Semuanya ditulis menggunakan vokal [a]. Huruf Jawa atau aksara Jawa tersebut bisa berubah menjadi huruf vokal lain seperti [u], [e], [i] dsb dengan menggunakan sandhangan atau modifikasi pada huruf Jawa, tetapi itu hanya merubah bunyi saja dan tidak merubah tulisan aslinya.